Minggu, 04 Oktober 2009

MASALAH KEMISKINAN INDONESIA

DESCRIPTION OF EXISTING SITUATION

A. KEGAGALAN PEMENUHAN HAK DASAR

1. Terbatasnya kecukupan & Mutu Pangan

2. Rendahnya Mutu Kesehatan

3. Rendahnya Mutu Pendidikan

4. Terbatas Kesempatan Kerja & Berusaha

5. Perumahan & Sanitasi

6. Akses terhadap Air Bersih

7. Lemahnya kapasitas kepemilikan Tanah

8. Kondisi Lingkungan Hidup & SDA

9. Lemahnya Jaminan Rasa Aman

10. Lemahnya Partisipasi


B. BEBAN KEPENDUDUKAN


C. DAERAH MISKIN (TERTINGGAL)


1. Terbatasnya kecukupan & Mutu Pangan
  1. Sedangkan dalam cakupan yang lebih tinggi, permasalahan ini juga dihadapi oleh masyarakat miskin yang berada di bawah garis kemiskinan makanan maupun non makanan yang berjumlah 37,3 juta Jiwa, atau 17,4 persen pada tahun 2003
  2. Data yang digunakan MDGs dalam indikator kelaparan, hampir dua-pertiga dari penduduk di Indonesia masih berada di bawah supan kalori sebanyak 2100 kalori perkapita/hari

2. Rendahnya Mutu Kesehatan

  1. Angka Kematian Bayi (AKB) pada kelompok berpendapatan rendah masih selalu di atas AKB masyarakat berpendapatan tinggi, meskipun telah turun dari 61 (per 1.000 kelahiran) pada tahun 1999 menjadi 53 pada tahun 2001
  2. Masalah lainnya adalah rendahnya mutu layanan kesehatan dasar yang disebabkan oleh terbatasnya tenaga kesehatan, kurangnya peralatan, dan kurangnya sarana kesehatan. Selain itu berdasarkan Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002 - 2003 menunjukkan bahwa 48,7 persen masalah dalam mendapatkan pelayanan kesehatan adalah karena kendala biaya, jarak dan transportasi
  3. Demikian juga persalinan oleh tenaga kesehatan pada penduduk miskin, hanya sebesar 39,1 persen dibanding 82,3 persen pada penduduk kaya. Asuransi kesehatan sebagai suatu bentuk sistem jaminan sosial hanya menjangkau 18,74 persen penduduk pada tahun 2001, yang sebagian besar di antaranya pegawai negeri dan penduduk mampu.


3. Rendahnya Mutu Pendidikan

  1. Meningkatnya rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas menjadi 7,1 tahun dan menurunnya angka buta aksara menjadi 10,12 persen pada tahun 2003 (SUSENAS 2003)
  2. Angka Partisipasi Sekolah (APS) - rasio penduduk yang bersekolah - untuk kelompok usia 13-15 tahun pada tahun 2003 mencapai 81,01%, APS kelompok 20% terkaya sudah mencapai 93,98% sementara APS kelompok 20% termiskin baru mencapai 67,23%. Kesenjangan yang lebih besar terjadi pada kelompok usia 16-18 tahun dengan APS kelompok terkaya sebesar 75,62% dan APS kelompok termiskin hanya sebesar 28,52%
  3. Dengan menggunakan indikator APK tampak bahwa partisipasi pendidikan kelompok penduduk miskin juga masih jauh lebih rendah dibandingkan penduduk kaya khususnya untuk jenjang SMP/ MTs ke atas. APK SMP/ MTs untuk kelompok termiskin baru mencapai 61,13 persen, sementara kelompok terkaya sudah hampir mencapai 100 persen
  4. Untuk jenjang pendidikan menengah kesenjangan tampak sangat nyata dengan APK kelompok termiskin terbesar 23,17 persen dan APK kelompok terkaya sebesar 81,66 persen. Angka buta aksara penduduk usia 15 tahun keatas juga menunjukkan perbedaan yang signifikan yaitu sebesar 4,01 persen untuk kelompok terkaya dan 16,9 persen untuk kelompok termiskin.
  5. Rata-rata APS penduduk perdesaan usia 13-15 tahun pada tahun 2003 adalah 75,6 persen sementara APS penduduk perkotaan sudah mencapai 89,3 persen
  6. Kesenjangan partisipasi pendidikan untuk kelompok usia 16-18 tahun tampak lebih nyata dengan APS penduduk perkotaan sebesar 66,7 persen dan APS penduduk perdesaan baru mencapai 38,9 persen. Tingkat keaksaraan penduduk perdesaan juga lebih rendah dibanding penduduk perkotaan dengan angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas di perkotaan sebesar 5,49 persen dan di perdesaan sebesar 13,8 persen.
  7. Pemerataan pendidikan juga belum disertai oleh pemerataan antar wilayah. Data SUSENAS 2003 juga menunjukkan bahwa terjadi kesenjangan antar propinsi dalam APK. APK untuk jenjang SMP/Mas berkisar antara 56,82 persen untuk Provinsi NTT dan 100,57 persen untuk Provinsi DI Yogyakarta. Pada saat yang sama APK jenjang SMA/SMK/MA berkisar antara 77,47 persen untuk Provinsi DKI Jakarta dan 33,57 persen untuk Provinsi Gorontalo.

4. Terbatas Kesempatan Keraja & Berusaha

  1. Pengangguran terbuka yang berjumlah sekitar 5,0 juta orang atau 4,7 persen dari jumlah angkatan kerja pada tahun 1997 meningkat menjadi sekitar 6 juta orang atau 6,4 persen di tahun 1999, dan sekitar 9,5 juta orang atau 9,5 persen pada tahun 2003
  2. Tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2003 berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 13 persen perempuan dan laki-laki 7,6 persen.
  3. Berdasarkan tingkat pendidikan dan kelompok usia, pengangguran terbuka sebagian besar untuk kelompok Sekolah Menengah Umum yaitu 16,9 persen, dan perguruan tinggi 9,1 persen, sedangkan untuk kelompok usia didominasi oleh usia muda (15-19 tahun) yaitu sebesar 36,7 persen.


5. Perumahan & Sanitasi

  1. Masalah utama yang dihadapi masyarakat miskin adalah terbatasnya akses terhadap perumahan yang sehat dan layak, rendahnya mutu lingkungan permukiman dan lemahnya perlindungan untuk mendapatkan dan menghuni perumahan yang layak dan sehat.
  2. Di perkotaan, keluarga miskin sebagian besar tinggal di perkampungan yang berada di balik gedung-gedung pertokoan dan perkantoran, dalam petak-petak kecil, saling berhimpit, tidak sehat dan sering kali dalam satu rumah ditinggali lebih dari satu keluarga.
  3. Masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering juga mengeluhkan kesulitan memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak.

6. Akses terhadap Air Bersih

  1. Kesulitan untuk mendapatkan air bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya akses, terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air. Keterbatasan akses terhadap air bersih akan berakibat pada penurunan mutu kesehatan dan penyebaran berbagai penyakit lain seperti diare.
  2. Masyarakat miskin juga mengalami masalah dalam mengakses sumber-sumber air yang diperlukan untuk usaha tani dan menurunnya mutu air akibat pencemaran dan limbah industri. Berkurangnya air waduk akibat penggundulan hutan dan pendangkalan, serta menurunnya mutu saluran irigasi mengakibatkan berkurangnya jangkauan irigasi.

7. Lemahnya kapasitas kepemilikan Tanah

  1. Masyarakat miskin menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah, serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian.
  2. Tingkat pendapatan rumah tangga petani ditentukan oleh luas tanah pertanian yang secara nyata dikuasai. Terbatasnya akses terhadap tanah merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan dalam kaitan terbatasnya aset dan sumberdaya produktif yang dapat diakses masyarakat miskin.

8. Kondisi Lingkungan Hidup & SDA

  1. Proses pemiskinan juga terjadi dengan menyempitnya dan hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat miskin akibat penurunan mutu lingkungan hidup terutama hutan, laut, dan daerah pertambangan.
  2. Berdasarkan statistik kehutanan, luas hutan Indonesia telah menyusut dari 130,1 juta ha (67,7 persen dan luas daratan) pada tahun 1993 menjadi 123,4 juta ha (64,2 persen dari luas daratan) pada tahun 2001. Penyusutan ini disebabkan oleh penjarahan hutan, kebakaran, dan konversi untuk kegiatan lain seperti pertambangan, pembangunan jalan, dan permukiman. Sekitar 35 persen dari hutan produksi tetap seluas 35 juta ha juga rusak berat.
  3. Hutan yang dapat dikonvers kini tinggal 16,65 juta ha. Apabila dengan laju konversi tetap seperti saat ini maka dalam waktu 25 tahun areal hutan konversi akan habis. Saat ini laju deforestasi hutan Indonesia diperkirakan sekitar 1,6 juta hektar per tahun. Dampak lanjutan dari kerusakan ini adalah terjadinya degradasi lahan yang disebabkan oleh erosi.

9. Lemahnya Jaminan Rasa Aman

  1. Data yang dihimpun UNSFIR menggambarkan bahwa dalam waktu 3 tahun (1997 - 2000) telah terjadi 3.600 konflik dengan korban 10.700 orang, dan lebih dari 1 juta jiwa menjadi pengungsi. Meskipun jumlah pengungsi cenderung menurun, tetapi pada tahun 2001 diperkirakan masih ada lebih dari 850.000 pengungsi di berbagai daerah konflik.
  2. Konflik yang terjadi di berbagai daerah telah menyebabkan hilang atau rusaknya tempat tinggal, terhentinya kerja dan usaha sehingga penghasilan keluarga hilang, menurunnya status kesehatan individu dan lingkungan yang berakibat pada penurunan produktivitas, dll

10. Lemahnya Partisipasi

  1. Salah satu penyebab kegagalan kebijakan dan program pembangunan dalam mengatasi masalah kemiskinan adalah lemahnya partisipasi mereka dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan.
  2. Berbagai kasus penggusuran perkotaan, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, dan pengusiran petani dari wilayah garapan menunjukkan kurangnya dialog dan lemahnya partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar